Kamis, 01 Desember 2011

IJINKAN AKU TETAP BERNAFAS HARI INI

Pagi itu aku dibangunkan oleh suara merdu kicauan burung dari halaman rumahku. Ku buka jendela kamarku, dan ku lihat dunia. Sepintas aku berdo’a semoga esok aku masih bisa membuka mataku. Setiap hari, setiap saat, dan setiap waktu hanya itu yang bisa aku lakukan dengan berdo’a kepada-Nya supaya tetap memberiku nafas hari ini.
“yaak.. keluar yaak buruan !!” ku dengar suara seseorang memanggilku. Aku sudah hafal benar siapa orang di depan pagar rumahku itu dan memanggil ku dengan sebutan *yaak*. Dia adalah Hildan, dia sahabat kecilku hingga saat ini, memang dia selalu memotong namaku dari sebuah nama *Naya* menjadi *yaak*. Dan itu sering membuatku risih !! -,-
“iya dan, bentaran napa tungguin dulu gue belum selesai !!” saat itu aku masih bingung dengan keadaanku. Berantakan akhirnya !! “ayo, gue udah siap buruan berangkat keburu di hadang dosen. Haha..”  ajakku !! “lu serius yaak? Liat tuh, lu aja masih pake sendal !!” , herannya. “astaga.. gue lupa dan, elu sih gugupin gue dari tadi !!” . “nah kok gue?” . “ya iyaa, orang elu yang bilang suruh buru-buru tadi” . “ih lu sendiri kan juga tau kali ini jam.nya dosen galak yaak !!” . “iya deh ayo berangkat mamen !!” dan setelah aku selesai memakai sepatuku aku langsung berangkat ke kampus dengan Hildan.
Alhamdulillah deh kita gak telat hari ini. Namun disaat seperti ini aku memiliki kejanggalan. Di tengah materi yang di sampaikan dosen, sesaat aku merasakan sakit yang sering ku rasakan. Sebenarnya aku pikir aku sudah tidak mampu lagi untuk melanjutkan hari ini. Namun ketika ku lihat sekelilingku, ku pandang di sebelahku terlihat wajah seorang sahabatku. Aku ingin hidup hari ini untuk tersenyum, tertawa, dan bercanda bersama nya.
Sakit itu kurasakan perlahan sedikit berkurang (oh tuhan terimakasih telah minginjinkan ku melanjutkan nafasku hari ini). Ternyata setelah sakitku hilang, tepat saat dosen mengakhiri materinya. Dan lalu Hildan memanggilku dan berkata “yaak, temenin gue ke toko buku yuk!!” . “emang lu mau ngapain ke toko buku dan?” tanyaku. “ya mau beli buku lah yaak.. emangnya gue mau nonton? Gak mungkin banget kan?”. “oh jadi gitu sekarang, sejak kapan hildan suka baca buku? Hahaha..” ejek’ku. “yaelah yaak lu gitu amat sama temen?”. “loh emang gue kenapa dan?”. “ya elu ga dukung amat kalo gue pengen pinter?”. “iya deh, buat temen gue yang satu ini apasih yang enggak?? Haha..” .
Dalam hati hildan bicara, “yaak, kapan sih lu bisa tau perasaan gue yaak? Gue ini sebenernya suka sama elu yaak, dan gue harap elu juga gitu ke gue!! Tapi maafin gue yaak, gue gak bisa bilang semua ini ke elu karena waktunya emang belum tepat. Gue masih takut buat ngomongin ini yang sejujurnya ke elu yaak”.
“Hildan??”. “---------“ tanpa jawaban . “dan… hildaaann !!” teriakku. “hah? Iya? Apa? Lu ngomong apa tadi yaak?” jawab Hildan.  “elu sih dan, bengong mulu ngelamunin apaan sih?” tanyaku heran. “apaan sih yaak? Gue gak ngelamunin apa-apa kok!!”. “yakin lu dan? Udah deh jujur aja sama gue..lu lagi naksir cewek ya? Siapa dan? Kok lu kagak cerita ke gue?”. “iya gue emang lagi naksir seseorang udah dari dulu banget yaak”. “loh kok elu kagak pernah cerita ke gue sih dan? Emangnya siapa sih?”. “kalo orangnya elu gimana yaak?”. “dasar ya, kalo bercanda gak usah bahas yang aneh-aneh lah dan! Gak mungkin lah kalo gue, tapi emangnya siapa sih?”. “udahlah yaak suatu saat pasti lu juga bakalan tau kok!! Yuk balik!!”
Hildan mengajakku pulang tanpa ku tau siapa sebenarnya seseorang yang di maksud oleh hildan (ya Tuhan semoga orang itu bukan aku). Di setiap waktuku aku selalu berfikir apa aku masih punya banyak waktu di dunia ini? dan jika aku harus pergi saat ini ku mohon jangan biarkan setetes air mata pun terjatuh di pipi Hildan. Besok adalah hari ulang tahunku. Semoga aku masih bisa hadir di tengah tengah pesta ulang tahunku itu.
Senja beranjak pergi, malam pun datang menjelang. Sebelum ku tutup hari ini dengan memejamkan mataku, ku sempatkan jari tanganku untuk menulis di sebuah buku harian. Ku tulis perasaanku dalam hari ini : dear diary ku, hari ini aku sempat merasakan sakit itu lagi. Aku gak pernah tau apa esok Tuhan masih mengjinkan aku untuk bernafas lagi? Ku berharap aku masih bisa merayakan hari ulang tahunku besok meskipun jika Tuhan berkehendak bahwa besok adalah ulang tahun terakhirku. Dan setelah jari tanganku meletakkan pena nya, aku beranjak ke tempat tidurku. Tak lupa selalu ku ucapkan doaku kepada-Nya untuk hari esok. Lalu perlahan ku pejamkan mataku.
Seperti biasanya selalu suara kicauan burung yang membangunkan ku di setiap pagiku. Ternyata Tuhan masih berbaik hati memberiku nafas hari ini, untuk kesekian kalinya ku ucapkan terimakasih. Untungnya hari ini aku gak ada jam di kampus, jadi aku bisa lebih mempersiapkan pesta ulang tahun ku nanti malam. Tapi kenapa hari ini perasaanku berbeda? Sepertinya ada yang lain di hari ini. tak seperti biasanya. Setelah semua selesai untuk persiapan pesta dan setelah menunggu sampai senja menutup hari, akhirnya tiba lah malam itu.
Kali ini aku memang senang karena semua temanku memberiku ucapan selamat ulang tahun. Tapi di sisi lain aku juga mempunyai firasat buruk tentang pesta ini. mungkin benar ini pesta ulang tahun terakhirku.
Hildan datang, dengan membawa sebuah kado spesial yang belum ku tau isinya. Dan ini benar terjadi yang aku takutkan tentang Hildan. Di tengah pesta itu dia mengatakan perasaannya padaku. Dan kini aku tau bahwa seseorang yang di maksudnya memang benarlah aku. “yaak, gue jujur sama lu yaak sebenarnya orang yang gue maksud waktu itu emang bener-bener elu yaak. Plis gue minta jawabanlu sekarang yaak” ucap Hildan. Aku gak bisa menerima Hildan untuk ini karena aku punya alasan, tapi aku juga ga mungkin jujur sama Hildan soal aku menderita Leukimia sejak lama. “Hildan, maaf banget gue gak bisa jawab ini semua dan, gue mohon lu ngertiin gue karena gue punya alesan!!”. “oke yaak, gue bisa ngertiin elu tapi gue juga perlu tau alesan lu yaak!!”. “gue gak bisa ngomongin ini ke elu dan, karena seperti kata-katamu dulu, suatu saat pasti kamu juga akan mengetahuinya”. “iya yaak, aku ngerti kok”. “iya dan, dan besok kamu dateng ke rumah ya aku pengen main sama kamu”. “pasti kok yaak tunggu aja aku pasti dateng”.
Setelah pesta usai, ku sempatkan lagi jari tanganku menulis di sebuah buku harian. Malam itu saat tanganku ingin mengangkat sebuah pena rasanya lebih berat dari biasanya. Tanganku seperti lebih lemas dari biasanya.

 Lalu ku tulis : dear my diary, saat ini aku merasakan sakit yang teramat sakit. Aku tidak kuat lagi menahan rasa sakit ini. aku ingin istirahat dan tidak ,merasakan sakit ini untuk yang kesekian kali. Sepertinya ini sudah saatnya aku pergi. Ku rasa Tuhan memanggilku saat ini. mama.. papa.. maafkan aku jika aku merahasiakan ini dari kalian, Naya sayang kalian berdua. Hildan, maaf aku pergi tanpa sepatah katapun. Kamu tetap sahabat terbaikku.
Lalu paginya Hildan datang kerumahku dan dia hanya menemukanku terbaring di lantai kamar tanpa nafas. Hanya tangis air mata yang keluar dari dirinya karena tak kuasa untuk mengucap penyesalan. Dia mungkin kecewa dengan sikapku telah berbohong padanya. Namun disinilah akhir cerita ini. Kini Hildan tau bahwa saat ini lah yang aku
maksud pada malam itu.